Berjuang untuk Lulus Kuliah, Mahasiswa Ini Jualan Siomay - Cerita Inspiratif: Berjuang untuk Lulus Kuliah, Mahasiswa Ini Jualan Siomay. Sebuah cerita isnpiratif dari seorang penjual Siomay berjuang untuk lulus kuliah dan memenuhi kebutuhan hidup. Penjual Siomay itu bernama Eko seorang mahasiswa Tadulako, Palu.
Eko harus berjuang keras dalam menjalani kehidupannya. Ia tidak hanya berjuang keras untuk memahami setiap mata kuliah, namun ia harus berjuang keras memenuhi kebutuhan hidup dan juga biaya kuliah.
Mahasiswa penuh semangat itu mengambil jurusan Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Untad angkatan 2014. Singkat cerita, Eko harus berjualan siomay untuk biaya hidup dan kuliah. Ia harus jatuh dan bangun menjalani setiap isahanya. Bahkan ia harus berganti-ganti usaha demi sebuah penghasilan untuk biaya kuliah.
Ceritanya sungguh mengaharukan, saat ia ingat betul bagaimana ia harus melunasi uang masuk kuliah sementara saat itu ia tidak memiliki uang dan kebingungan dengan cara apa ia mendapatkan uang. Salah satu cara yang dapat ia lakukan saat itu, ia harus menjual kambing peliharaannya untuk melunasi biaya masuk kuliah.
“Salah satu cara saya waktu itu dengan menjual ternak Kambing yang pada waktu itu masih dipelihara dari saat sekolah” jelas Eko.
Sebelumnya, Eko juga pernah menjalani beberapa usaha seperti menjual batagor, tahu isi, pisang molen. Namun semua usaha itu tidak berhasil. Suatu ketika karena ia tidak memiliki uang, ia harus berhutang. Untuk membayar hutang tersebut, bukan dengan uang ia membayarnya namun ia ganti dengan tenaganya.
Hal tersebut terpaksa ia lakukan karena keterbatasan ekonomi saat itu. “Kehabisan uang saat itu terpaksa jual jasa dengan orang supaya dipinjamkan uang” cerita Eko.
Keluarga Eko memang termasuk keluarga yang kurang mampu, orang tuanya tidak membantu membiayai kuliahnya karena keterbatasan ekonomi juga. Orang tuanya hanya menanggung biaya masuk kuliah saja, selebihnya Eko harus mencari sendiri.
Mahasiwa Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) ini juga bercerita bahwa orang tuanya pernah sekali mengirimkan uang kepada Eko. Namun dalam jumlah yang tidak seberapa, melihat isi kiriman itu Eko menangis terharu.
“Saya pernah dapat kiriman dari orang tua, tapi seketika saya menangis saat membuka amplop itu”.
Amplop tersebut dibukanya dan hanya berisi uang kiriman sebesar Rp. 57.000, isinya pun membuat Eko menangis terhari. Uang kiriman itu semua pecahan. Dua lembar Rp 20 ribuan, Rp 5 ribuan, Rp 2 ribuan, Rp 1.000 dan uang koin pecahan Rp 500 an.
Karena keterbatasan ekonomi, kini Eko harus terus membanting tulang agar pendidikannya dapat diselesaikan dan lulus dari bangku kuliah.(Siomay Semarang)
Eko harus berjuang keras dalam menjalani kehidupannya. Ia tidak hanya berjuang keras untuk memahami setiap mata kuliah, namun ia harus berjuang keras memenuhi kebutuhan hidup dan juga biaya kuliah.
Mahasiswa penuh semangat itu mengambil jurusan Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Untad angkatan 2014. Singkat cerita, Eko harus berjualan siomay untuk biaya hidup dan kuliah. Ia harus jatuh dan bangun menjalani setiap isahanya. Bahkan ia harus berganti-ganti usaha demi sebuah penghasilan untuk biaya kuliah.
Ceritanya sungguh mengaharukan, saat ia ingat betul bagaimana ia harus melunasi uang masuk kuliah sementara saat itu ia tidak memiliki uang dan kebingungan dengan cara apa ia mendapatkan uang. Salah satu cara yang dapat ia lakukan saat itu, ia harus menjual kambing peliharaannya untuk melunasi biaya masuk kuliah.
“Salah satu cara saya waktu itu dengan menjual ternak Kambing yang pada waktu itu masih dipelihara dari saat sekolah” jelas Eko.
Sebelumnya, Eko juga pernah menjalani beberapa usaha seperti menjual batagor, tahu isi, pisang molen. Namun semua usaha itu tidak berhasil. Suatu ketika karena ia tidak memiliki uang, ia harus berhutang. Untuk membayar hutang tersebut, bukan dengan uang ia membayarnya namun ia ganti dengan tenaganya.
Hal tersebut terpaksa ia lakukan karena keterbatasan ekonomi saat itu. “Kehabisan uang saat itu terpaksa jual jasa dengan orang supaya dipinjamkan uang” cerita Eko.
Keluarga Eko memang termasuk keluarga yang kurang mampu, orang tuanya tidak membantu membiayai kuliahnya karena keterbatasan ekonomi juga. Orang tuanya hanya menanggung biaya masuk kuliah saja, selebihnya Eko harus mencari sendiri.
Mahasiwa Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) ini juga bercerita bahwa orang tuanya pernah sekali mengirimkan uang kepada Eko. Namun dalam jumlah yang tidak seberapa, melihat isi kiriman itu Eko menangis terharu.
“Saya pernah dapat kiriman dari orang tua, tapi seketika saya menangis saat membuka amplop itu”.
Amplop tersebut dibukanya dan hanya berisi uang kiriman sebesar Rp. 57.000, isinya pun membuat Eko menangis terhari. Uang kiriman itu semua pecahan. Dua lembar Rp 20 ribuan, Rp 5 ribuan, Rp 2 ribuan, Rp 1.000 dan uang koin pecahan Rp 500 an.
Karena keterbatasan ekonomi, kini Eko harus terus membanting tulang agar pendidikannya dapat diselesaikan dan lulus dari bangku kuliah.(Siomay Semarang)